Bukanlah sebuah jabatan dan kedudukan
yang kita harapkan, kita hanya ingin memenuhi janji untuk menjadi manusia yang
bermanfaat bagi sesamanya. Ah, mungkin kita terlihat berpura-pura tak cinta
harta benda, tetapi ya inilah diri kita dan perjuangan kita. Jalan ini tidak
mudah, Kawan. Jalan ini, ya jalan ini sampai akhirnya mempertemukan kita semua
di sini. Di jalan ini kita bersama berjuang, ah terlalu sepele jika
dibandingkan para pejuang, namun kita sering menggunakan kata ini untuk
membangkitkan rasa semangat kita untuk tetap berada di jalan ini.
Hanya perlu keikhlasan untuk
menjalani jalan ini, keikhlasan untuk berpikir lebih, keikhlasan untuk
berkorban lebih, keikhlasan untuk disakiti lebih, dan keikhlasan untuk berlapang
dada lebih. Inilah hal yang diperlukan untuk menjalani jalan ini. apakah jalan
ini sebegitu sulit untuk dilalui?
Mengapa persyaratannya begitu
berat dan terlihat sangat menyakitkan? Apa balasannya?
Balasannya hanya ridha Ilahi.
Ya, balasannya hanya itu saja. Jika kau mengharapkan lebih maka bukanlah di
jalan ini tempatnya. Silahkan kau cari jalan lainnya. Jika kau dapati aku
mendapatkan hal-hal yang lainnya ini merupakan bonus. Setelah lelah dan letih
seharian menjalankan sebuah kegiatan, bonusnya itu tak lebih nasi bungkus untuk
makan siang atau makan malam. Anehnya, setelah kegiatan itu berlangsung kita
merasakan senang dan bahagia, padahal setelah kegiatan itu kita harus kembali
lagi menjadi mahasiswa, diterjang oleh beberapa tugas-tugas dan ujian-ujian
mata kuliah. Kadang kala kita harus memutar otak bagaimana semua tugas-tugas
itu dapat dikerjakan dengan baik, namun amanah di organisasi juga berjalan tak
kunjung dengan optimal. Atau tugas kita lainnya menjadi anak bagi orangtua
tercinta, dan teladan selaku kakak bagi adik-adik kita.
Semuanya harus berlangsung di
waktu yang bersamaan, hingga terkadang aku berpikir bahwa kita menggadaikan
masa muda kita dengan perjuangan ini. Namun, aku tahu bahwa kita ternyata
sedang dijaga oleh-Nya dari perbuatan-perbuatan sia-sia, dari
perbuatan-perbuatan yang justru akan menambah dosa.
Sungguh perjalanan ini sangat
melelahkan. Tetapi, Kawan, entah mengapa kita pilih jalan ini. Aku pun sempat
bertanya kepada diriku mengapa jalan ini yang kupilih. Karena cinta, ya karena
cinta sehingga kita saling terhubung dalam jalan ini, dengan ikatan atas nama
cinta untuk tetap terus bersama. Emas menggunung dan mahkota bertahtakan
berlian pun tidak akan sanggup membayar ini semua. Namun, aku masih heran,
mengapa kita masih mau berada di jalan ini. Aku menyebutnya jalan cahaya, di
mana jalannya yang panas, dan aku berharap ada angin surga yang berhembus untuk
sekedar menyejukkan hati ini.
Bahkan orang-orang di sekitar
kita pun tidak menghargai, tetapi masih saja kita terus tetap berada di jalan
ini. Tidak sedikit mereka mencemooh diri kita. Banyak yang berkata ini hanyalah
pelarian dari akademik kita yang buruk. Atau banyak yang berkata ini adalah
manuver agar kita dapat terkenal dengan cepat. Atau yang lebih menyakitkan lagi
banyak yang berkata bahwa kita hanyalah sekelompok orang-orang yang kurang
kerjaan. Sungguh miris, Kawan, ya semua itu tidaklah terbayar dan hanya atas
dasar cinta kita melakukannya.
Mereka tidak tahu kalau kita
berjuang untuk nilai akademik, sembari harus memikirkan program-program kerja
yang telah disusun, mengerjakan tugas-tugas di sepinya malam, berselimutkan
bintang temaram yang menenteramkan hati, dan tidur bersama senandung nyanyian
malam.
Matematika kita sungguh
membingungkan, siapa diri kita dan siapa mereka. Kita tidak terhubung dengan
ikatan darah, namun mengapa kita memperjuangkannya, memikirkannya, mau bersusah
payah, dan membantunya? Lantas apa yang kita dapatkan? Kita hanya tersenyum
jika pertanyaan itu terlontar. Sungguh matematika yang sangat membingungkan.
Kawan, bekerja di saat yang
lain terlelap, bersemangat di saat yang lain mengeluh. Berteriak di saat yang
lain diam, dan berlari di saat yang lain berjalan. Angkuhnya kita sering
bersuara bahwa jalan inilah yang sangat membutuhkan kita. Namun ternyata,
Kawan, kitalah yang sebenarnya membutuhkan jalan perjuangan ini. Untuk mencari
ridha-Nya, kitalah yang memerlukan jalan ini untuk merasakan anginnya berjuang,
kitalah yang membutuhkan jalan ini untuk senantiasa saling terhubung, dalam
ikatan yang disebut dengan ukhuwah.
Terkadang lelah itu saling
menghinggapi, terkadang jenuh itu saling menghinggapi, terkadang air mata itu
tak tertahankan dan peluh terus menetes. Namun, aku tahu pasti kita akan selalu
ada untuk menggenggam tangan ini, untuk memberikan sandaran, untuk memberikan
senyuman paling hangat, dan untuk menghapus air mata ini. Memberikan cinta
penawar luka.
Biarkan mereka, yang tidak tahu
apa-apa terus mencemooh kita, biarkan mereka terus menghakimi kita, biarkan
mereka terus menyudutkan kita, namun aku tahu pasti kau dan aku, kita akan
terus berjalan di jalan ini, mencari puing-puing berserakan, menyusunnya dalam
sebuah kumpulan mozaik indah untuk agama, untuk almamater, dan untuk bangsa
kita. Untuk sekadar sebuah torehan indah dalam episode hidupku.
Inilah jalan kita, jalan cahaya
yang penuh cinta, aku lebih senang menyebutnya dengan jalan cinta, karena hanya
atas dasar inilah kita, aku dan kau, dapat berjalan bersama, dengan matematika
yang sangat membingungkan.
Oleh: Seztifa Miyasyiwi
dalam buku ‘Belajar Merawat Indonesia’
Apresiasi
setinggi-tingginya kepada penulis. Sungguh jalan cinta ini, jalan yang pada
akhirnya mempertemukan kita. Maaf untuk segala kekurangan pada diri ini, yang
nyatanya belum mampu menjadi tempat terhangatmu. Semoga langkah kita dapat
saling beriringan dalam "jalan cinta" yang kita pilih. Selamat
berjuang, Kawan. Selamat menorehkan tinta sejarah dalam hidupmu. Semoga kelak
kita disatukan kembali di tempat terindah-Nya. Ana Uhibbukum Fillah – Tri Yuliani