Senin, 08 Juni 2015

ini sebenernya untuk pemenuhan tugas salah satu mata kuliah...
masih standar banget, karena bener-bener baru belajar dan mencoba...
tapiii ceritanya ga bisa jauh dari situ, tempat aku dibesarkan...
mungkin itu yang menyebabkan aku masih bertahan...
karena selalu ada mimpi, yang sebenarnya bukan sekedar angan...
namanya juga khusus, berarti itu spesial :)
terimakasih Kapten, terimakasih punggawa sospol, terimakasih keluarga :)
ini hanya sekelumit tentang kita :)

Senin, 29 September 2014

Kita :)



Aku belajar mencintaimu~~
Mencintai tanpa syarat apapun~~

Bukan lagi tentang kamu atau keakuanku, ini tentang kita..
Kita yang telah bersatu, semoga berlanjut dalam aksanya-Nya..

Bukan lagi tentang kamu atau keakuanku, ini tentang kita..
Kita yang saling membersamai, semoga senantiasa mendo’akan..

Bukan lagi tentang kamu atau keakuanku, ini tentang kita..
Kita yang berada disini
Membangun mimpi bersama
Merajut kisah yang tak terlupa
Bukan utopia semata
Semoga hati pun selalu saling terpaut
Mencintai karena Allah..

Bukan lagi tentang kamu atau keakuanku, ini tentang kita..
Tentang cinta yang tak pernah meminta lebih
Tentang cinta yang tak pernah memiliki alasan
Dan tentang cinta yang tak pernah bersyarat..

Sabtu, 07 Juni 2014

Hidup memang tentang Memilih..



Hidup memang tentang memilih.. Menjalankan pilihan.. Dan mempertanggung jawabkan pilihan..

Namun jalannya pun tak melulu halus dan lurus. Jalannya berkelok, penuh liku dan berbatu. Seberapa kamu kuat bertahan, kamulah pemenang atas pilihanmu.

Sekarang lagi dibilang jengah, mungkin iya. Di bilang bosen, mungkin iya juga. Suka menghilang, iya. Ga fokus, iya juga. Intinya saya sadar kalau diri saya sedang jenuh. Tapi kalau soal rasa, masih tertanam kuat bahwa jalan ini yang benar-benar saya butuhkan dan cintai.

Kalau coba ditarik satu titik kebelakang, jelas banget diawal pemilihan jalan ini banyak peperangan hati. Bahkan sampai sekarang pun peperangan itu terkadang masih bergerilya. Kala itu disaat dihadapkan di persimpangan, jujur bingung, bingung banget. Hima, yang entah mengapa berasa banget kekeluargaannya walaupun saya ga pernah berada dalam kepengurusan tetapnya. Sospol yang entah mengapa juga punya kesenangan dan kebahagiaan tersendiri ketika saya ada disana.

Dua-duanya menempatkan diri dalam satu ruang yang sama. Ruang hati :D

Kalau bicara hati, jelas bicara rasa. Rasa kenyamanan, kesenangan, yang berbaur karena cinta. Ya mungkin karena cinta itulah yang membuat saya berat untuk memilih diantara keduanya. Butuh berdiam diri yang cukup lama, butuh penguatan yang cukup banyak hingga akhirnya saya putuskan memilih membersamai sospol di bem, dengan tidak meninggalkan hima sepenuhnya. Karena satu kalimat dari kak Tuti kala itu “ketika kamu di bem, bukan berarti kamu ga berkonstribusi buat jurusan, justru kamu bisa megang 2 peran sekaligus”.

-Percayalah Allah tidak akan memberi ujian yang tidak bisa kamu lalui. Dan amanah itu tidak diminta, tapi menghampiri jelas karena kuasa-Nya-

Saya tau, saya paham, ketika saya memilih untuk di bem, berarti saya harus siap berjuang tanpa ditemani oleh teman seperjuangan. Sadar banget itu hal terberat. Tapi memang, selalu ada harga yang harus dibayar mahal untuk sebuah keindahan akan pengalaman yang luar biasa.

Berasa banget kaya orang asing. Itulah sebabnya, untuk menetralisir ‘rasa apalah itu’, saya sering mengajak teman hima untuk sekedar makan bareng selepas kegiatan kita masing” berakhir. Setidaknya saya masih akan selalu menjalin ukhuwah walau kita bukan di berada di satu tempat yang sama. Selain itu saya selalu ingin ikut dalam kegiatan” yang diadakan Hima (sebagai bentuk kontribusi).

Disaat jenuh begini, dua-duanya malah engga dipeduliin. Salah banget, iya. Entah sedang kemana cinta yang dulu pernah tumbuh itu. Tapi setelah coba ditelaah, karena sadar pundak ini masih memikul amanah, akhirnya saya berusaha memperbesar kadar cinta saya terhadap bem, karena totalitas itu memang sangat dibutuhkan. Dari mulai dateng ke sekre setiap hari, coba nyusun lagi keping” cinta di sospol, sampai nyoba untuk terus belajar menumbuhkan kekeluargaan dan kenyamanan di bem. Terkadang rasa jenuh itu diperlukan juga untuk kita berpikir dan memahami bahwa hidup terlalu indah jika dilalui tanpa cinta dan semangat untuk terus berproses dalam belajar.

“Berusaha menumbuhkan kembali cinta yang dulu pernah ada, dengan semangat yang membaja untuk terus belajar, bergerak total bermanfaat loyal. Karena pada akhirnya, pilihan itulah yang kelak akan kau pertanggung jawabkan. Maka belajarlah untuk terus mencintai pilihanmu, bergeraklah dengan hati yang tulus nan ikhlas. Hingga akhirnya kau akan menuai betapa manis dan indahnya perjalanan ini.”


Jumat, 11 April 2014

Untukmu, Cahaya Perubahan



Untukmu, Cahaya Perubahan

Sejatinya pergerakan itu timbul karena dorongan hati, bukan sekadar ikut-ikutan ataupun ingin bergaya agar disebut ‘aktivis’. Ya dorongan hati itu yang kemudian melahirkan kenyamanan dan menumbuhkan cinta pada jalan ini. Bukan sekadar cinta sesaat yang kemudian hilang seiring pergantian masa. Kami dengan penuh suka duka melalui jalan ini, hingga tiba saat untuk mengantarkannya ke sebuah pelabuhan untuk berganti nahkoda dan para awaknya agar dapat senantiasa melanjutkan arah dari perjalanan ini.

Banyak mimpi yang belum sempat terwujud di masa kami. Sungguh menyakitkan ketika perbedaan masa kami dan terdahulu yang mungkin dikatakan ‘terbalik’ terus menjadi tolak ukur perbandingan dan terus terucap. Akupun tak tau pasti dimana letak kesalahannya. Ah, tak layak rasanya jika berbicara tentang kesalahan, karena pergerakan bukan tentang ‘ini salah siapa?’. Kami pun menyadari minimnya konstribusi yang kami persembahkan di jalan ini. Entah apa yang menjadi alasannya, karena pada akhirnya kami hanya mencintai namun lupa untuk menjaga keutuhannya.

Hal klimaks yang terjadi ialah saat menjelang FGTAC 2014. Sempat ada ucapan yang terlontar “Kalian sanggup ga ngajak peserta lebih dari 10 orang? kalau bisa 1 orang bawa 1. Kalau peserta nanti kurang dari 10 mending FGT dibubarin aja.” Begitulah inti dari ucapan Kak Dipta yang kala itu menjabat Ketua BEMFIP sekaligus seorang kakak yang tak pernah lelah mengayomi kami. Beliau berucap demikian karena melihat perkembangan peserta FGTAC dari tahun ke tahun tak pernah mengalami kenaikan yang signifikan. Ini kami anggap sebagai tantangan yang melecutkan semangat. Kami pun berusaha menjalankan tugas dengan cara terbaik kami, karena kami tau masa ‘kelam’ itu akan segera usai. Kami percaya bahwa akan ada cahaya yang menjadi penerang untuk kemudian membawa jalan ini ke arah yang jauh lebih baik dan menjadi pionir pergerakan yang sesungguhnya.

Hingga akhirnya peserta yang ikutpun sebanyak 18 orang. Sungguh, ingin rasanya kami berteriak dengan bangga, bahwa di balik ‘kelam’nya masa kami, kami berhasil mendapatkan 18 Pejuang Militan yang dengan semangatnya mampu menggetarkan hati dan jiwa kami. Namun tak sepantasnya kami melakukan itu, dengan tangisan syukur kami merelakan tangan mereka untuk bersambut menggantikan kami.

Kini kalianlah yang menggerakkan, kalianlah yang menentukan kemana arah jalan ini. Sejatinya perubahan tidak akan datang dengan sendirinya, kecuali kepada mereka yang mampu menciptakan perubahan itu sendiri. Kalianlah Pejuang Militan yang menjadi pelopor cahaya perubahan itu. Maka teruslah untuk belajar, karena setiap masa memiliki nilai tersendiri yang kaya akan pelajaran dan pengalaman hidup.

Tak ada seorang pun yang dapat kembali ke masa lalu dan membuat awal baru, tapi semua dapat dimulai sekarang dan membuat akhir yang baru. Mari manfaatkan masa ini dengan memaksimalkan kontribusi, agar kelak takkan ada kekecewaan dalam diri ketika masa ini telah usai.

“Amanah itu sejatinya mendewasakan.” Semoga dengan amanah ini kita dapat mengakselerasikan kedewasaan kita, bermikir matang, bertindak bijak, dan bermanfaat banyak.

Selamat Mengukir Cerita,
Mari Bergerak, Menginspirasi dan Mengabdi dengan Cinta.
#SalamSemangat #SalamProgressif

Sabtu, 01 Maret 2014

Jalan Cinta Para Aktivis

Bukanlah sebuah jabatan dan kedudukan yang kita harapkan, kita hanya ingin memenuhi janji untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Ah, mungkin kita terlihat berpura-pura tak cinta harta benda, tetapi ya inilah diri kita dan perjuangan kita. Jalan ini tidak mudah, Kawan. Jalan ini, ya jalan ini sampai akhirnya mempertemukan kita semua di sini. Di jalan ini kita bersama berjuang, ah terlalu sepele jika dibandingkan para pejuang, namun kita sering menggunakan kata ini untuk membangkitkan rasa semangat kita untuk tetap berada di jalan ini.

Hanya perlu keikhlasan untuk menjalani jalan ini, keikhlasan untuk berpikir lebih, keikhlasan untuk berkorban lebih, keikhlasan untuk disakiti lebih, dan keikhlasan untuk berlapang dada lebih. Inilah hal yang diperlukan untuk menjalani jalan ini. apakah jalan ini sebegitu sulit untuk dilalui?

Mengapa persyaratannya begitu berat dan terlihat sangat menyakitkan? Apa balasannya?

Balasannya hanya ridha Ilahi. Ya, balasannya hanya itu saja. Jika kau mengharapkan lebih maka bukanlah di jalan ini tempatnya. Silahkan kau cari jalan lainnya. Jika kau dapati aku mendapatkan hal-hal yang lainnya ini merupakan bonus. Setelah lelah dan letih seharian menjalankan sebuah kegiatan, bonusnya itu tak lebih nasi bungkus untuk makan siang atau makan malam. Anehnya, setelah kegiatan itu berlangsung kita merasakan senang dan bahagia, padahal setelah kegiatan itu kita harus kembali lagi menjadi mahasiswa, diterjang oleh beberapa tugas-tugas dan ujian-ujian mata kuliah. Kadang kala kita harus memutar otak bagaimana semua tugas-tugas itu dapat dikerjakan dengan baik, namun amanah di organisasi juga berjalan tak kunjung dengan optimal. Atau tugas kita lainnya menjadi anak bagi orangtua tercinta, dan teladan selaku kakak bagi adik-adik kita.

Semuanya harus berlangsung di waktu yang bersamaan, hingga terkadang aku berpikir bahwa kita menggadaikan masa muda kita dengan perjuangan ini. Namun, aku tahu bahwa kita ternyata sedang dijaga oleh-Nya dari perbuatan-perbuatan sia-sia, dari perbuatan-perbuatan yang justru akan menambah dosa.

Sungguh perjalanan ini sangat melelahkan. Tetapi, Kawan, entah mengapa kita pilih jalan ini. Aku pun sempat bertanya kepada diriku mengapa jalan ini yang kupilih. Karena cinta, ya karena cinta sehingga kita saling terhubung dalam jalan ini, dengan ikatan atas nama cinta untuk tetap terus bersama. Emas menggunung dan mahkota bertahtakan berlian pun tidak akan sanggup membayar ini semua. Namun, aku masih heran, mengapa kita masih mau berada di jalan ini. Aku menyebutnya jalan cahaya, di mana jalannya yang panas, dan aku berharap ada angin surga yang berhembus untuk sekedar menyejukkan hati ini.

Bahkan orang-orang di sekitar kita pun tidak menghargai, tetapi masih saja kita terus tetap berada di jalan ini. Tidak sedikit mereka mencemooh diri kita. Banyak yang berkata ini hanyalah pelarian dari akademik kita yang buruk. Atau banyak yang berkata ini adalah manuver agar kita dapat terkenal dengan cepat. Atau yang lebih menyakitkan lagi banyak yang berkata bahwa kita hanyalah sekelompok orang-orang yang kurang kerjaan. Sungguh miris, Kawan, ya semua itu tidaklah terbayar dan hanya atas dasar cinta kita melakukannya.

Mereka tidak tahu kalau kita berjuang untuk nilai akademik, sembari harus memikirkan program-program kerja yang telah disusun, mengerjakan tugas-tugas di sepinya malam, berselimutkan bintang temaram yang menenteramkan hati, dan tidur bersama senandung nyanyian malam.

Matematika kita sungguh membingungkan, siapa diri kita dan siapa mereka. Kita tidak terhubung dengan ikatan darah, namun mengapa kita memperjuangkannya, memikirkannya, mau bersusah payah, dan membantunya? Lantas apa yang kita dapatkan? Kita hanya tersenyum jika pertanyaan itu terlontar. Sungguh matematika yang sangat membingungkan.

Kawan, bekerja di saat yang lain terlelap, bersemangat di saat yang lain mengeluh. Berteriak di saat yang lain diam, dan berlari di saat yang lain berjalan. Angkuhnya kita sering bersuara bahwa jalan inilah yang sangat membutuhkan kita. Namun ternyata, Kawan, kitalah yang sebenarnya membutuhkan jalan perjuangan ini. Untuk mencari ridha-Nya, kitalah yang memerlukan jalan ini untuk merasakan anginnya berjuang, kitalah yang membutuhkan jalan ini untuk senantiasa saling terhubung, dalam ikatan yang disebut dengan ukhuwah.

Terkadang lelah itu saling menghinggapi, terkadang jenuh itu saling menghinggapi, terkadang air mata itu tak tertahankan dan peluh terus menetes. Namun, aku tahu pasti kita akan selalu ada untuk menggenggam tangan ini, untuk memberikan sandaran, untuk memberikan senyuman paling hangat, dan untuk menghapus air mata ini. Memberikan cinta penawar luka.

Biarkan mereka, yang tidak tahu apa-apa terus mencemooh kita, biarkan mereka terus menghakimi kita, biarkan mereka terus menyudutkan kita, namun aku tahu pasti kau dan aku, kita akan terus berjalan di jalan ini, mencari puing-puing berserakan, menyusunnya dalam sebuah kumpulan mozaik indah untuk agama, untuk almamater, dan untuk bangsa kita. Untuk sekadar sebuah torehan indah dalam episode hidupku.

Inilah jalan kita, jalan cahaya yang penuh cinta, aku lebih senang menyebutnya dengan jalan cinta, karena hanya atas dasar inilah kita, aku dan kau, dapat berjalan bersama, dengan matematika yang sangat membingungkan.

Oleh: Seztifa Miyasyiwi
dalam buku ‘Belajar Merawat Indonesia’


Apresiasi setinggi-tingginya kepada penulis. Sungguh jalan cinta ini, jalan yang pada akhirnya mempertemukan kita. Maaf untuk segala kekurangan pada diri ini, yang nyatanya belum mampu menjadi tempat terhangatmu. Semoga langkah kita dapat saling beriringan dalam "jalan cinta" yang kita pilih. Selamat berjuang, Kawan. Selamat menorehkan tinta sejarah dalam hidupmu. Semoga kelak kita disatukan kembali di tempat terindah-Nya. Ana Uhibbukum Fillah – Tri Yuliani